Sistem reproduksi dapat dengan mudah terserang oleh berbagai penyakit. Biasanya , penyakit yang menginfeksi sistem reproduksi ditularkan oleh hubungan seksual. Akan tetapi , beberapa penyakit seperti AIDS dan keputihan dapat juga ditularkan tidak melalui hubungan seksual. Penyakit Menular Seksual (PMS) biasanya ditularkan melalui kelamin. Penyakit kelamin adalah penyakit mengenai organ reproduksi laki-laki dan wanita yang disebabkan oleh hubungan seksual dengan orang yang sudah terjangkit penyakit kelamin.
PMS dapat ditularkan melalui tiga media cair yang berada dalam tubuh kita yaitu :
a. melalui cairan vagina
b. melalui cairan sperma
c. melalui cairan darah
Ketiga media tersebut dapat ditularkan kepada orang lain melalui hubungan seksual , tetapi cairan darah dapat ditularkan melalui penggunaan jarum suntik dan alat kedokteran lainnya. PMS umumnya diakibatkan oleh infeksi jamur , bakteri , parasit dan virus.
1. Penyakit yang ditularkan oleh BAKTERI
a. Gonore (GO)
Kencing nanah atau gonore adalah salah satu penyakit menular seksual. Pada pria, gonore akan menimbulkan gejala berupa keluarnya nanah dari penis. Selain itu, penderita gonore akan merasakan perih saat buang air kecil.
Berbeda dengan gonore pada pria, jika terjadi pada wanita gonore bisa tidak menimbulkan gejala. Penyakit gonore dapat sembuh dalam beberapa hari, jika diberikan pengobatan yang tepat dan segera.
Penyebab Gonore
Penyebab gonore adalah infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae. Bakteri ini paling sering menular melalui hubungan intim, termasuk seks oral dan seks anal. Seseorang lebih mudah terkena gonore apabila sering bergonta-ganti pasangan seks atau bekerja sebagai pekerja seks.
Gejala Gonore
Gonore dapat terjadi pada pria maupun wanita, namun gejala yang muncul pada pria dan wanita berbeda. Gejala utama gonore yang muncul pada pria berupa keluarnya nanah dari penis dan rasa sakit saat buang air kecil. Sedangkan pada wanita, gonore sering kali tidak menimbulkan gejala.
Di samping itu, gonore juga dapat terjadi pada bayi akibat tertular dari ibunya selama proses persalinan. Bayi yang terkena gonore akan mengalami keluhan pada mata.
Pengobatan Gonore
Pengobatan utama untuk penyakit gonore adalah pemberian antibiotik, karena penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri. Perlu diingat bahwa tidak hanya penderita saja yang perlu diobati, tetapi pasangan seksual dari penderita juga perlu diobati, karena kemungkinan besar juga menderita gonore. Setelah sembuh dari gonore, tidak tertutup kemungkinan seseorang bisa terkena gonore lagi.
Pencegahan Gonore
Penyakit ini menular melalui hubungan intim, termasuk seks oral atau anal. Oleh karena itu, cara pencegahan penyakit ini adalah melakukan hubungan intim yang aman, yaitu dengan menggunakan kondom atau tidak bergonta-ganti pasangan.
b. Chlamydia
Chlamydia adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Chlamydia yang tidak segera diobati dapat meningkatkan risiko kemandulan, terutama pada wanita.
Penyakit ini dapat terjadi pada pria maupun wanita. Pada pria, chlamydia dapat menyerang saluran dalam penis (uretra). Sedangkan pada wanita, chlamydia dapat terjadi di organ panggul.
Selain organ kelamin, chlamydia dapat menyerang dubur, tenggorokan, dan mata. Penularan terjadi bila bagian tersebut terkena cairan yang dihasilkan oleh organ kelamin.
Banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi bakteri Chlamydia, karena penyakit ini sering kali tidak menimbulkan gejala.
Gejala Chlamydia
Chlamydia biasanya tidak menimbulkan gejala. Meski demikian, penderita chlamydia tetap dapat menularkan penyakit ini kepada orang lain. Bila terdapat gejala, biasanya gejala tersebut baru muncul 1-3 minggu setelah penderita terinfeksi.
Karena organ yang terinfeksi berbeda, gejala chlamydia pada pria dan wanita juga akan berbeda. Berikut ini adalah gejala yang dapat dialami oleh penderita chlamydia:
Gejala chlamydia pada wanita
- Keputihan yang sangat bau.
- Rasa terbakar ketika buang air kecil.
- Sakit saat sedang berhubungan seksual, dan dapat mengalami perdarahan di vagina sesudahnya.
- Bila infeksi sudah menyebar, maka penderita akan merasa mual, demam, atau merasa sakit pada perut bagian bawah.
Gejala chlamydia pada pria
- Keluar cairan dari penis.
- Luka di penis terasa gatal atau terbakar.
- Rasa terbakar ketika buang air kecil
- Rasa sakit atau bengkak pada salah satu atau kedua buah zakar.
- Baik pada pria maupun wanita, apabila chlamydia menginfeksi dubur, akan timbul rasa sakit yang dapat disertai keluarnya cairan atau darah dari dubur.
Penyebab Chlamydia
Chlamydia disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis, yang menyebar melalui cairan pada organ kelamin. Seseorang dapat tertular penyakit ini bila berhubungan seksual dengan penderita, terutama bila tidak menggunakan kondom.
Selain hubungan seksual melalui vagina, chlamydia juga dapat menular melalui hubungan seksual secara oral atau anal, yang bisa menyebabkan chlamydia pada dubur maupun tenggorokan.
Bakteri Chlamydia juga dapat menginfeksi organ mata. Infeksi bakteri Chlamydia pada mata dinamakan penyakit trakhoma, yang bisa menimbulkan kebutaan.
Trakhoma dapat terjadi pada bayi baru lahir dari ibu penderita chlamydia yang tidak diobati. Selain pada bayi baru lahir, trakhoma juga sering ditemukan pada orang yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk.
Melihat cara penularannya, chlamydia lebih mudah terjadi pada orang-orang yang memiliki faktor risiko berikut:
- Pernah menderita penyakit menular seksual.
- Sering bergonta-ganti pasangan seksual.
Pengobatan Chlamydia
Chlamydia dapat diobati dengan antibiotik, seperti azithromycin atau doxycycline. Penderita chlamydia perlu minum antibiotik selama 7 hari, atau cukup minum antibiotik dosis tunggal, sesuai anjuran dokter. Penderita chlamydia tidak boleh melakukan hubungan seksual sampai 7 hari setelah pengobatan selesai.
Ibu hamil penderita chlamydia perlu segera diobati dengan antibiotik, agar tidak menularkan kepada janin dan bisa melahirkan secara normal. Pengobatan chlamydia pada ibu hamil baru dimulai setelah diagnosanya dipastikan lewat pemeriksaan laboratorium.
Jika ibu hamil tetap berisiko terkena chlamydia, akan dilakukan pemeriksaan ulang pada trimester ketiga kehamilan. Bila hasilnya kembali positif, ibu hamil akan diobati lagi.
Jika ibu hamil masih menderita chlamydia saat mendekati waktu persalinan, maka dokter akan menyarankan persalinan dengan operasi caesar. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko penularan chlamydia pada bayi yang dilahirkan.
Pencegahan Chlamydia
Pencegahan chlamydia dapat dilakukan dengan tidak bergonta-ganti pasangan seksual, menggunakan kondom dengan benar saat berhubungan seksual, serta rutin mengikuti tes skrining chlamydia.
Penderita chlamydia perlu menghindari hubungan seksual sampai diizinkan oleh dokter, untuk menghindari penularan penyakit ke pasangannya.
Orang yang berisiko terinfeksi chlamydia perlu rutin menjalani skrining chlamydia agar penyakit ini dapat dideteksi dan diobati secara dini, sehingga risiko penularannya ke orang lain juga akan lebih rendah.
Orang-orang yang dikatakan berisiko terinfeksi chlamydia adalah:
- Ibu hamil
Ibu hamil perlu menjalani skrining chlamydia pada awal kehamilan dan trimester ketiga kehamilan. - Pekerja seks komersial dan orang yang suka bergonta-ganti pasangan
Orang yang memiliki beberapa pasangan seksual atau sering bergonta-ganti pasangan perlu menjalani skrining chlamydia setidaknya setahun sekali. - Gay atau biseksual
Kelompok gay dan biseksual perlu menjalani skrining chlamydia setidaknya sekali dalam setahun. Namun bila memiliki beberapa pasangan seksual, kaum gay dan biseksual perlu menjalani skrining chlamydia lebih rutin, yaitu setiap 3 atau 6 bulan sekali.
c. Sifilis (Raja Singa)
Raja singa atau sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri. Gejala sifilis diawali dengan munculnya luka yang tidak terasa sakit di area kelamin, mulut, atau dubur.
Luka pada area kelamin yang menjadi gejala sifilis (sipilis) sering kali tidak terlihat dan tidak terasa sakit, sehingga tidak disadari oleh penderitanya. Meski demikian, pada tahap ini, infeksi sudah bisa ditularkan ke orang lain.
Tanpa penanganan yang cepat dan tepat, sifilis dapat merusak organ otak, jantung, dan beberapa organ lain. Pada wanita hamil, infeksi juga berbahaya karena dapat menyebabkan kondisi janin tidak normal, bahkan kematian bayi. Oleh karena itu, semakin dini diagnosis dan pengobatannya, semakin mudah sifilis disembuhkan.
Gejala Sifilis
Gejala sipilis atau sifilis digolongkan sesuai dengan tahap perkembangan penyakitnya. Tiap jenis sifilis memiliki gejala yang berbeda-beda. Berikut adalah penjelasannya:
- Sifilis primer
Sifilis jenis ini ditandai dengan luka (chancre) di tempat bakteri masuk. - Sifilis sekunder
Sifilis jenis ini ditandai dengan munculnya ruam pada tubuh. - Sifilis laten
Sifilis ini tidak menimbulkan gejala, tapi bakteri ada di dalam tubuh penderita. - Sifilis tersier
Sifilis ini dapat menyebabkan kerusakan organ lainnya otak, saraf, atau jantung.
Penyebab Sifilis
Sifilis disebabkan oleh infeksi bakteri, yang menyebar melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Meski demikian, bakteri penyebab sifilis juga bisa menyebar melalui melalui kontak fisik dengan luka yang ada di penderita. Melihat penularannya, sifilis rentan tertular pada seseorang yang sering bergonta-ganti pasangan seksual.
Pengobatan Sifilis
Pengobatan siflis atau raja singa ini akan lebih efektif jika dilakukan ketika tahap awal. Sifilis dapat diatasi dengan antibiotik penisilin. Selama masa pengobatan, penderita dianjurkan untuk tidak melakukan hubungan seks, sampai dokter memastikan infeksi sudah sembuh.
Pencegahan Sifilis
Penularan sifilis dapat dicegah dengan perilaku seks yang aman, yaitu setia pada 1 pasangan seksual atau menggunakan kondom. Selain itu, pemeriksaan atau skrining terhadap penyakit sifilis atau sipilis ini juga perlu dilakukan secara rutin pada orang-orang yang memiliki faktor risiko tinggi mengalami penyakit ini.
d. Epididimitis
Epididimitis adalah peradangan pada epididimis atau saluran yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dan penyaluran sperma. Epididimis terletak di belakang testis dan menyambungkan testis dengan vas deferens, hingga berlanjut ke saluran ejakulasi, prostat, dan saluran kencing (uretra), saat ejakulasi. Saat mengalami epididimitis, saluran tersebut menjadi bengkak sehingga menimbulkan nyeri. Peradangan ini juga dapat menyebar hingga ke testis (epididymo-orchitis).
Epididimitis dapat menyerang pria dalam berbagai usia, namun paling sering pada usia 19-35 tahun.
Gejala Epididimitis
Berikut ini adalah beberapa gejala yang dapat dialami oleh penderita epididimitis:
- Skrotum akan membengkak, terasa hangat, dan nyeri saat disentuh.
- Nyeri pada testis, biasanya di salah satu satu sisi.
- Darah pada cairan sperma.
- Nyeri saat buang air kecil.
- Sering ingin buang air kecil dan selalu merasa tidak tuntas.
- Muncul benjolan di sekitar testis yang disebabkan karena penumpukan cairan.
- Ujung penis mengeluarkan cairan tidak normal, biasanya terkait dengan penyakit menular seksual.
- Nyeri saat ejakulasi atau berhubungan seksual.
- Rasa tidak nyaman atau nyeri pada perut bagian bawah atau sekitar panggul.
- Pembesaran kelenjar getah bening di pangkal paha.
- Demam.
Penyebab Epididimitis
Sebagian besar kasus epididimitis disebabkan oleh infeksi bakteri yang dimulai dari uretra, prostat, atau kandung kemih. Selain infeksi bakteri, epididimitis juga dapat disebabkan oleh:
- Endapan urine di dalam epididimis. Kondisi ini terjadi ketika urine mengalir kembali ke epididimis.
- Gondongan (mumps).
- Efek samping amiodarone.
- Infeksi menular seksual, seperti gonore dan chlamydia.
- Torsio testis.
- Penyakit Behḉet.
- Tuberkulosis.
Terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terkena epididimitis. Di antaranya adalah:
- Berhubungan seksual dengan penderita penyakit menular seksual, tanpa menggunakan kondom.
- Memiliki riwayat infeksi menular seksual.
- Pernah menjalani prosedur medis yang memengaruhi saluran urine.
- Menderita pembesaran prostat.
- Pernah mengalami infeksi prostat atau infeksi saluran kemih.
- Pria yang belum disunat.
- Memiliki letak anatomis saluran kemih yang tidak normal.
- Menggunakan kateter urine untuk jangka panjang.
Pengobatan Epididimitis
Penanganan epididimitis bertujuan untuk mengatasi infeksi dan meredakan gejala yang timbul. Salah satunya adalah dengan pemberian obat, seperti:
- Antibiotik.Antibiotik harus dihabiskan meski gejala sudah membaik, untuk memastikan infeksi sudah benar-benar hilang. Contoh obat antibiotik yang dapat diresepkan oleh dokter adalah doxycycline dan ciprofloxacin.
- Obat pereda nyeri. Untuk meredakan rasa sakit yang timbul akibat epididimitis, dokter akan meresepkan obat pereda nyeri. Contohnya adalah paracetamol atau ibuprofen.
Selain dengan obat, pasien dapat melakukan upaya mandiri di rumah untuk membantu meredakan gejala epididmitis. Di antaranya dengan:
- Berbaring di ranjang setidaknya selama 2 hari, dengan posisi skrotum terangkat (dibantu penopang).
- Mengompres skrotum dengan air dingin.
- Menghindari mengangkat beban berat.
Pada kasus epididimitis yang tidak berhasil diatasi dengan obat, dokter akan menyarankan operasi. Prosedur ini dapat dilakukan jika telah timbul nanah di dalam epididim. Pada kasus lain yang lebih parah, pasien terpaksa harus menjalani epididimektomi atau operasi pengangkatan saluran epididimis.
2. Penyakit yang diakibatkan oleh JAMUR
a. Candidiasis
Candidiasis atau kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Infeksi jamur ini biasanya terjadi di kulit, mulut, dan organ intim. Jika tidak mendapatkan penanganan, infeksi akibat jamur ini bisa menyebar ke bagian tubuh lain, seperti usus, ginjal, jantung, dan otak.
Candidiasis dapat dialami oleh siapa saja. Namun, orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah lebih berisiko terkena infeksi ini. Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan turunnya kekebalan tubuh adalah diabetes, kanker, dan HIV/AIDS.
Gejala Candidiasis
Penderita candidiasis memiliki gejala yang berbeda-beda, tergantung pada lokasi infeksinya. Berikut adalah beberapa gejala candidiasis yang dibagi berdasarkan bagian tubuh yang terserang:
Candidiasis mulut (thrush)
- Bercak putih atau kuning di lidah, bibir, gusi, langit-langit mulut, dan pipi bagian dalam
- Kemerahan di mulut dan tenggorokan
- Kulit pecah-pecah di sudut mulut
- Rasa nyeri saat menelan
Candidiasis vulvovaginal
- Rasa gatal yang ekstrem di vagina
- Rasa nyeri dan terbakar saat buang air kecil
- Rasa tidak nyaman selama berhubungan seks
- Pembengkakan pada vagina dan vulva
- Keputihan yang menggumpal
Candidiasis kulit (cutaneous candidiasis)
- Ruam yang gatal di lipatan kulit, seperti ketiak, selangkangan, sela jari, atau di bawah payudara
- Kulit yang kering dan pecah-pecah
- jika terjadi infeksi sekunder (infeksi kuman lain termasuk bakteri pada area kulit)
Penyebab dan Faktor Risiko Candidiasis
Pada keadaan normal, jamur candida memang hidup di kulit dan beberapa bagian tubuh, seperti mulut, tenggorokan, saluran cerna, dan vagina, tanpa menyebabkan gangguan kesehatan.
Namun, jika jamur candida berkembang biak tanpa terkontrol atau masuk aliran darah, ginjal, jantung, dan otak, hal ini dapat berbahaya bagi tubuh.
Pertumbuhan dan perkembangan jamur candida yang tidak terkendali paling sering disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh yang lemah. Beberapa kondisi yang bisa melemahkan daya tahan tubuh adalah:
Selain itu, beberapa faktor berikut juga bisa meningkatkan risiko terjadinya candidiasis pada kulit dan area kelamin:
- Cuaca yang hangat dan lembap
- Kebiasaan jarang mengganti pakaian dalam
- Kebiasaan menggunakan pakaian yang tidak menyerap keringat
- Kebersihan pribadi yang buruk
Pengobatan dan Pencegahan Candidiasis
Tujuan pengobatan candidiasis adalah untuk mengatasi infeksi dan mencegah terjadinya komplikasi. Saat sudah didiagnosis mengalami candidiasis, dokter akan memberikan obat antijamur, sesuai dengan lokasi dan tingkat keparahan infeksi. Obat antijamur yang dapat digunakan adalah:
Pencegahan Candidiasis
Candidiasis dapat dicegah dengan menjaga kebersihan pribadi dan sistem kekebalan tubuh. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah:
- Jaga kebersihan mulut dan gigi dengan rutin menggosok gigi dan melakukan pemeriksaan ke dokter gigi minimal 6 bulan sekali
- Hentikan kebiasaan merokok.
- Gunakan pakaian yang nyaman dan menyerap keringat
- Ganti pakaian, pakaian dalam, dan kaos kaku, secara teratur.
- Ganti pembalut secara rutin saat menstruasi.
- Konsumsi makanan bergizi seimbang dan probiotik.
- Bersihkan area vagina dengan air mengalir, serta hindari penggunaan panty liner dan sabun pembersih kewanitaan tanpa anjuran dokter.
- Lakukan kontrol rutin ke dokter, jika Anda menderita penyakit yang bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh, seperti diabetes, kanker, atau HIV/AIDS.
- Kontrol rutin juga perlu dilakukan bila Anda menjalani kemoterapi atau menggunakan obat kortikosteroid untuk waktu yang lama.
- Jangan menggunakan obat kortikosteroid dan antibiotik di luar anjuran dokter.
3. Penyakit yang disebabkan oleh PARASIT
a. Trikomoniasis
Trikomoniasis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis. Trikomoniasis dapat dicegah dengan perilaku seksual yang aman, yaitu tidak bergonta-ganti pasangan seksual dan menggunakan kondom.
Trikomoniasis menular melalui hubungan seksual. Selain hubungan seksual, berbagi pakai alat bantu seks dengan penderita trikomoniasis juga dapat menularkan penyakit ini. Penyakit trikomoniasis sering kali tidak menimbulkan gejala. Walaupun tanpa gejala, seseorang yang menderita trikomoniasis tetap dapat menularkannya kepada orang lain.
Penyebab Trikomoniasis
Trikomoniasis disebabkan oleh parasit Trichomonas vaginalis, yang menyebar melalui hubungan seksual. Parasit ini juga bisa menular lewat berbagi pakai alat bantu seks yang tidak dibersihkan terlebih dahulu.
Risiko trikomoniasis akan meningkat pada seseorang yang:
- Sering bergonti-ganti pasangan seksual.
- Tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual.
- Pernah menderita trikomoniasis.
- Pernah menderita penyakit menular seksual.
Parasit ini tidak bisa menular melalui seks oral, seks anal, ciuman, dudukan kloset, atau berbagi pakai alat makan.
Gejala Trikomoniasis
Kebanyakan penderita trikomoniasis tidak merasakan gejala apapun. Meski begitu, penderita tetap bisa menularkan trikomoniasis ke orang lain. Bila terdapat gejala, biasanya keluhan akan muncul 5-28 hari setelah terinfeksi.
Pada wanita, trikomoniasis dapat ditandai dengan gejala berikut:
- Keputihan yang banyak dan berbau amis.
- Keputihan berwarna kuning kehijauan, bisa kental atau encer, serta berbusa.
- Gatal yang disertai rasa terbakar dan kemerahan di area vagina.
- Nyeri saat berhubungan seksual atau saat buang air kecil.
Pada pria, gejala trikomoniasis yang muncul dapat berupa:
- Sakit, bengkak, dan kemerahan di area ujung penis.
- Keluar cairan putih dari penis.
- Nyeri saat buang air kecil atau setelah ejakulasi.
- Lebih sering buang air kecil dari biasanya.
Pengobatan Trikomoniasis
Untuk mengobati trikomoniasis, dokter akan meresepkan metronidazole. Obat dapat diminum sebagai dosis tunggal dan besar, atau dikonsumsi 2 kali sehari, selama 5-7 hari, dengan dosis yang lebih kecil.
Selama masa pengobatan, pasien dilarang berhubungan seksual sampai dinyatakan sembuh oleh dokter. Pasien juga harus menghindari konsumsi minuman beralkohol 24 jam setelah mengonsumsi metronidazole, karena bisa menyebabkan mual dan muntah.
Trikomoniasis biasanya sembuh dalam tujuh hari. Meski demikian, penderita perlu periksa kembali ke dokter dalam 3 minggu hingga 3 bulan setelah pengobatan, untuk memastikan dirinya tidak terinfeksi kembali.
Pencegahan Trikomoniasis
Guna mengurangi risiko terinfeksi trikomoniasis dan penyakit menular seksual lainnya, lakukanlah beberapa langkah di bawah ini:
- Tidak bergonta-ganti pasangan seksual.
- Menggunakan kondom saat berhubungan intim.
- Tidak berbagi pakai alat bantu seks, dan membersihkannya setiap selesai digunakan.
4. Penyakit yang disebabkan oleh VIRUS
a. Kutil Kemaluan / Kelamin
Kutil kelamin adalah benjolan kecil yang tumbuh di sekitar area kelamin dan dubur. Penyakit ini bisa dialami siapa saja yang aktif secara seksual. Kutil kelamin berbeda dengan kutil yang tumbuh di bagian tubuh lain, karena kondisi ini termasuk infeksi menular seksual.
Kutil kelamin berukuran kecil dan tidak mudah terlihat dengan kasat mata. Akan tetapi kutil kelamin menyebabkan rasa gatal, sensasi seperti terbakar, serta nyeri dan perdarahan saat berhubungan intim.
Penyebab Kutil Kelamin
Kutil kelamin disebabkan oleh human papillomavirus (HPV). Penyebaran kutil kelamin terjadi melalui hubungan seksual, baik melalui vagina, maupun secara oral atau anal. Di samping itu, virus juga bisa menular ketika tangan penderita kutil kelamin menyentuh kelamin sendiri, lalu menyentuh kelamin pasangannya.
Penyebaran kutil kelamin juga dapat terjadi, akibat berbagi penggunaan alat bantu seks (sex toys). Pada kasus yang jarang terjadi, kutil kelamin dapat menular ke bayi, dari ibu yang terinfeksi virus. Perlu diketahui, kutil kelamin tidak menular melalui ciuman, atau media tertentu seperti alat makan, handuk, dan toilet duduk.
Pengobatan Kutil Kelamin
Kutil kelamin tidak perlu diobati jika tidak menimbulkan gejala yang mengganggu. Bila kutil kelamin menyebabkan gejala dokter dapat mengobatinya dengan obat-obatan yang mengandung asam trikloroasetat. Dokter juga dapat mengobati pasien dengan prosedur bedah seperti:
- Eksisi
- Electrocautery
- Krioterapi
- Bedah laser
Pencegahan Kutil Kelamin
Kutil kelamin dapat dicegah dengan sejumlah cara, seperti:
- Tidak melakukan seks bebas.
- Gunakan kondom setiap berhubungan seks.
- Tidak berbagi alat bantu seks.
- Mendapat imunisasi HPV.
b. Kutu Kemaluan / Kelamin
Kutu kemaluan (Pthirus pubis) adalah serangga parasit kecil yang dapat menempati area berambut di tubuh manusia, umumnya di rambut kemaluan. Parasit ini hidup dengan cara menghisap darah melalui kulit, dan dapat menimbulkan rasa gatal pada area yang dijangkitinya.
Selain pada rambut kemaluan, kutu kemaluan juga bisa mendiami bulu ketiak dan bulu kaki, janggut dan kumis, bulu mata dan alis, serta bulu dada dan punggung. Dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dari kutu kulit kepala, kutu kemaluan lebih dapat bertahan pada rambut yang bertekstur kasar dan tebal dibanding pada rambut kulit kepala yang cenderung lebih halus dan lembut.
Gejala Kutu Kemaluan
Gejala akibat kutu kemaluan biasanya mulai muncul setelah 1-3 minggu kutu menempati area tubuh. Gejala akibat keberadaan kutu kemaluan adalah:
- Gejala awal ditandai dengan rasa gatal pada kulit akibat reaksi , dan memburuk saat malam hari. Hal ini karena saat malam hari kutu kemaluan aktif menghisap darah manusia.
- Bintik kecil berwarna merah kebiruan pada kulit bekas gigitan.
- Terdapat bintik cokelat pada pakaian dalam, yang merupakan kotoran kutu kemaluan.
- Terlihat telor kutu atau kutu pada rambut-rambut tersebut.
- Demam.
- Peradangan dan iritasi akibat digaruk.
- Peradangan pada mata, jika infeksi kutu kemaluan terdapat pada bulu mata atau alis.
Terkadang gejala-gejala tersebut tidak muncul pada sebagian penderita, sehingga dapat menyebarkan kutu kemaluan pada orang lain tanpa disadarinya.
Pengobatan Kutu Kemaluan
Pengobatan kutu kemaluan dapat dilakukan dengan menggunakan obat topikal, seperti losion, krim, atau sampo antiparasit. Obat ini dapat digunakan hanya pada area yang terinfeksi atau seluruh tubuh bagian luar. Jika obat ini sampai masuk ke dalam mata, segera cuci mata Anda dengan air.
Obat antiparasit yang biasa digunakan adalah permethrin. Efek samping yang umumnya timbul akibat penggunaan obat antiparasit adalah gatal, merah, atau panas pada kulit.
Pengobatan kutu kemaluan memerlukan pengulangan setelah 9-10 hari. Periksalah area yang terinfeksi selama dan setelah periode pengobatan kedua selesai, untuk memastikan keberadaan kutu atau telur yang masih tertinggal pada area tersebut.
Pencegahan Kutu Kemaluan
Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi penularan infeksi kutu kemaluan:
- Hindari berbagi pakai handuk, pakaian, atau seprai dengan orang yang terinfeksi kutu kemaluan.
- Jika terdiagnosis menderita infeksi parasit ini, ajak anggota keluarga dan pasangan untuk memeriksakan diri juga ke dokter.
- Sebaiknya hindari melakukan hubungan seksual hingga dinyatakan telah sembuh oleh dokter.
c. Herpes
Herpes merupakan nama kelompok virus herpesviridae yang dapat menginfeksi manusia. Infeksi virus herpes dapat ditandai dengan munculnya lepuhan kulit dan kulit kering. Jenis virus herpes yang paling terkenal adalah herpes simplex virus atau HSV. Herpes simplex dapat menyebabkan infeksi pada daerah mulut, wajah, dan kelamin (herpes genitalia).
Pembagian kelompok virus herpesviridae adalah sebagai berikut:
- Alfa herpesvirus. Kelompok virus ini memiliki siklus hidup untuk menggandakan diri yang pendek, serta berpotensi menjadi tersembunyi dan infeksi muncul kembali (infeksi laten) di sel saraf. Contoh alfa herpesvirus adalah HSV tipe 1 dan 2, serta virus varicella-zoster.
- Beta herpesvirus. Kelompok virus ini memiliki siklus hidup untuk menggandakan diri yang panjang dan infeksi virus ini berjalan lambat dalam tubuh manusia. Contoh beta herpesvirus adalah cytomegalovirus, serta herpesvirus 6 dan 7.
- Gamma herpesvirus. Contohnya adalah Epstein-Barr virus dan human herpesvirus 8.
Tahapan Infeksi Herpes
Infeksi herpes yang muncul biasanya terjadi dalam beberapa tahapan. Rincian tahapan infeksi herpes adalah sebagai berikut:
- Stadium primer. Stadium primer terjadi pada hari kedua hingga kedelapan setelah terjadinya infeksi herpes. Gejala yang muncul adalah blister (kulit yang melepuh) berukuran kecil, namun menyakitkan. Blister biasanya berisi cairan berwarna bening atau keruh, dan dapat pecah serta menimbulkan luka terbuka. Daerah di sekitar blister akan berwarna kemerahan.
- Stadium laten. Pada stadium ini, gejala herpes seperti blister dan koreng akan mereda. Tetapi pada stadium ini, sebetulnya virus sedang menyebar ke saraf dekat saraf tulang belakang melalui kulit.
- Stadium peluruhan. Pada stadium ini, virus mulai berkembang biak pada ujung-ujung saraf organ tubuh. Jika ujung saraf yang terinfeksi terletak pada organ tubuh yang menghasilkan cairan, seperti testis atau vagina, virus herpes dapat terkandung dalam cairan tubuh seperti semen dan lendir Biasanya tidak terjadi gejala yang terlihat, namun sebenarnya sedang terjadi perkembangbiakan virus di dalam tubuh.
- Stadium rekurensi (muncul kembali). Pada stadium ini, blister pada kulit yang terjadi di stadium pertama dapat muncul kembali. Biasanya tidak separah lepuhan dan koreng yang sebelumnya. Gejala yang umumnya muncul pada stadium rekurensi ini adalah gatal, kesemutan, dan nyeri di daerah yang terkena infeksi pada stadium pertama.
Virus Penyebab dan Gejala Herpes
Artikel ini akan fokus membahas kelompok alfa herpesvirus yang paling sering menyebabkan infeksi.
HSV 1
Herpes simplex virus tipe 1 (HSV 1) merupakan virus yang dapat menyebar dengan cepat, dan umumnya menyebabkan herpes oral (mulut). Akan tetapi HSV 1 juga dapat menyebabkan terjadinya herpes kelamin (genital) jika menyebar dari mulut ke alat kelamin pada saat melakukan hubungan seksual melalui oral. HSV 1 dapat menular melalui kontak langsung sederhana dari penderita herpes ke orang yang sehat. Contohnya adalah lewat berciuman (termasuk saat mencium bayi), berbagai pakai peralatan makan atau lipstik dan kosmetik. HSV 1 bahkan dapat ditularkan dari seseorang yang mengalami infeksi HSV 1 namun tanpa gejala.
Gejala yang dapat ditimbulkan oleh infeksi HSV 1 atau herpes oral adalah:
- Diawali dengan demam, nyeri otot, dan lemas.
- Muncul rasa nyeri, gatal, rasa terbakar atau ditusuk pada tempat infeksi.
- Kemudian timbul blister, yaitu lesi kulit seperti melepuh yang pecah dan mengering dalam beberapa hari.
- Blister yang pecah tersebut mengakibatkan luka dengan rasa nyeri. Bila terjadi di mulut, bisa mengganggu makan.
HSV 2
Herpes simplex virus tipe 2 (HSV 2) merupakan penyebab penyakit herpes genital. Virus ini menyebar melalui kontak dengan luka pada penderita herpes, misalnya saat hubungan seksual. Selain itu, HSV 2 juga dapat ditularkan dari ibu kepada bayinya pada saat persalinan.
Baik HSV 1 maupun HSV 2 dapat menjadi infeksi laten di sel saraf dan berisiko muncul kembali saat seseorang mengalami demam, cedera, stres, dan menstruasi. HSV 2 sendiri dapat lebih mudah menginfeksi seseorang jika:
- Berjenis kelamin perempuan.
- Bergonta-ganti pasangan seksual.
- Memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah.
- Sedang mengalami penyakit menular seksual selain herpes.
- Melakukan hubungan seksual di usia muda.
Beberapa gejala yang umumnya muncul pada penderita herpes genital, antara lain:
- Gatal.
- Sakit pada saat buang air kecil.
- Keluarnya cairan dari vagina.
- Munculnya benjolan di selangkangan.
- Munculnya koreng yang menyakitkan pada kemaluan, pantat, anus, atau paha.
- Pada pria, herpes dapat menyebabkan kulit penis kering, perih, dan gatal.
VZV
Varicella-zoster virus (VZV) merupakan virus kelompok alfa herpesviridae yang menjadi penyebab cacar air dan cacar ular (herpes zoster). Cacar air terjadi ketika virus varicella-zoster menginfeksi seorang anak pertama kali. Sedangkan herpes zoster terjadi ketika cacar air yang diderita seseorang sudah sembuh namun di tubuh orang tersebut masih ada virus varicella-zoster yang bersifat laten dan muncul kembali.
VZV utamanya menular melalui kontak langsung dengan penderita cacar air. Virus ini dapat menimbulkan bintil pada kulit penderita (vesikel) yang berisi cairan dan dapat menjadi perantara penularan virus. Selain itu, VZV juga dapat menular melalui percikan ludah, yaitu pada saat penderita cacar air bersin atau batuk.
Seseorang lebih mudah terkena infeksi virus varicella-zoster jika:
- Berusia di bawah 12 tahun.
- Mengalami permasalahan sistem imun, baik akibat penyakit maupun obat-obatan.
- Pernah mengalami kontak langsung dengan penderita cacar air.
- Bekerja atau beraktivitas di sekolah atau fasilitas khusus anak-anak.
- Tinggal bersama anak-anak.
Jika seseorang pernah mengalami cacar air sebelumnya dan sembuh, risiko orang tersebut untuk mengalami cacar air kembali berkurang karena adanya kekebalan. Kekebalan tubuh terhadap virus varicella-zoster juga dapat diperoleh melalui vaksinasi. Seorang ibu hamil yang memiliki kekebalan terhadap VZV dapat memberikan kekebalannya kepada janin melalui transfer antibodi. Kekebalan janin yang diperoleh dengan cara tersebut dapat bertahan sekitar 3 bulan sejak lahir.
Herpes zoster dapat terjadi pada siapa saja yang pernah mengalami cacar air. Akan tetapi seseorang dapat lebih mudah terkena herpes zoster jika:
- Berusia 60 tahun ke atas.
- Sedang menjalani pengobatan kemoterapi atau radioterapi.
- Sedang menjalani pengobatan yang dapat memengaruhi atau melemahkan sistem imun (imunosupresan).
- Menderita penyakit yang dapat melemahkan sistem imun seperti HIV/AIDS atau kanker.
Gejala cacar air dimulai dengan ruam kulit berisi cairan (vesikel) yang terasa gatal. Vesikel yang muncul dapat diikuti dengan adanya gejala lain, seperti demam, hilangnya nafsu makan dan sakit kepala. Virus tersebut sudah berada di dalam tubuh penderita selama 7-21 hari sebelum dapat menimbulkan ruam dan gejala lainnya. Penderita sudah dapat menularkan virus varicella-zoster ke orang lain sejak 48 jam sebelum munculnya ruam.
Jika penderita cacar air yang sudah sembuh kemudian mengalami herpes zoster, gejala yang muncul biasanya berupa rasa nyeri dan panas pada kulit di salah satu sisi bagian tubuh, sesuai dengan penjalaran saraf tempat VZV bersembunyi. Nyeri dan panas di bagian tersebut akan diikuti dengan munculnya ruam kemerahan, membentuk lepuhan (blister) berisi air dan gatal.
Pengobatan Herpes
Fokus pengobatan herpes adalah untuk menghilangkan blister, serta untuk mencegah penyebaran herpes, meskipun koreng dan lepuhan akibat herpes dapat hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Selain itu, pemberian obat-obatan antivirus juga dapat mengurangi komplikasi akibat herpes. Beberapa obat-obatan antivirus yang dapat digunakan, antara lain adalah:
Untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkan oleh herpes, tips-tips berikut ini dapat dilakukan selama masa penyembuhan herpes, antara lain yaitu:
- Mengonsumsi paracetamol atau ibuprofen sebagai obat pereda nyeri.
- Mandi dengan menggunakan air suam
- Kompres dengan air hangat atau atau air dingin pada kulit yang terkena.
- Menggunakan pakaian dalam berbahan katun.
- Menggunakan pakaian longgar.
- Menjaga area koreng tetap kering dan bersih.
Khusus ibu hamil, jika sedang atau pernah menderita herpes genital harus berkonsultasi dengan dokter. Virus herpes dapat menular dari ibu kepada bayi selama masa persalinan, terutama ketika sedang infeksi aktif, serta dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya bagi bayi. Jika ibu hamil diketahui sedang atau pernah menderita herpes, diskusikan dengan doker mengenai kemungkinan melahirkan bayi secara operasi Caesar.
Pencegahan Herpes
Untuk mencegah penyebaran virus herpes ke orang lain, dapat dilakukan langkah-langkah berikut ini:
- Menghindari kontak fisik dengan orang lain, terutama kontak dari koreng yang muncul akibat herpes.
- Mencuci tangan secara rutin.
- Mengoleskan obat antivirus topikal, misalnya acyclovir topikal, menggunakan kapas agar kulit tangan tidak menyentuh daerah yang terinfeksi virus herpes.
- Jangan berbagi pakai barang-barang yang dapat menyebarkan virus, seperti gelas, cangkir, handuk, pakaian, make up, dan lip balm.
- Jangan melakukan oral seks, ciuman atau aktivitas seksual lainnya, selama munculnya gejala penyakit herpes.
Khusus bagi penderita herpes genitalia, harus menghindari segala bentuk aktivitas seksual selama masa tersebut. Perlu diingat bahwa meskipun sudah menggunakan kondom, virus herpes tetap dapat menyebar melalui kontak kulit yang tidak terlindungi kondom.
Oleh karena itu, lindungi diri Anda dari sekarang dengan memiliki asuransi kesehatan. Selain menjadi upaya pencegahan, cara ini juga dapat meringankan beban biaya pengobatan bila terkena penyakit herpes ataupun komplikasinya.
d. HIV dan AIDS
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.
Infeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.
Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS. Akan tetapi, ada obat untuk memperlambat perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup penderita.
Tipe HIV
Virus HIV terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing tipe terbagi lagi menjadi beberapa subtipe. Pada banyak kasus, infeksi HIV disebabkan oleh HIV-1, 90% di antaranya adalah HIV-1 subtipe M. Sedangkan HIV-2 diketahui hanya menyerang sebagian kecil individu, terutama di Afrika Barat.
Infeksi HIV dapat disebabkan oleh lebih dari 1 subtipe virus, terutama bila seseorang tertular lebih dari 1 orang. Kondisi ini disebut dengan superinfeksi. Meski kondisi ini hanya terjadi kurang dari 4% penderita HIV, risiko superinfeksi cukup tinggi pada 3 tahun pertama setelah terinfeksi.
Gejala HIV dan AIDS
Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap infeksi akut, dan terjadi pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada tahap ini, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi membentuk antibodi untuk melawan virus HIV.
Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi terjadi. Penderita umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV. Hal ini karena gejala yang muncul mirip dengan gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh kembali. Perlu diketahui, pada tahap ini jumlah virus di aliran darah cukup tinggi. Oleh karena itu, penyebaran infeksi lebih mudah terjadi pada tahap ini.
Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat, dan dapat berlangsung hingga beberapa minggu, yang meliputi:
Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten dapat berlangsung hingga beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV semakin berkembang dan merusak kekebalan tubuh.
Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita tidak merasakan gejala apapun selama tahap ini. Akan tetapi, sebagian penderita lainnya mengalami sejumlah gejala, seperti:
- Berat badan turun.
- Berkeringat di malam hari.
- Demam.
- Diare.
- Mual dan muntah.
- Herpes zoster.
- Pembengkakan kelenjar getah bening.
- Sakit kepala.
- Tubuh terasa lemah.
Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV semakin berkembang. Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu AIDS. Ketika penderita memasuki tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak parah, sehingga membuat penderita lebih mudah terserang infeksi lain.
Gejala AIDS meliputi:
- Berat badan turun tanpa diketahui sebabnya.
- Berkeringat di malam hari.
- Bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus.
- Bintik ungu pada kulit yang tidak bisa hilang. Keluhan ini kemungkinan menandakan adanya sarkoma Kaposi.
- Demam yang berlangsung lebih dari 10 hari.
- Diare kronis.
- Gangguan saraf, seperti sulit berkonsentrasi atau hilang ingatan.
- Infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau vagina.
- Mudah memar atau berdarah tanpa sebab.
- Mudah marah dan depresi.
- Ruam atau bintik di kulit.
- Sesak napas.
- Tubuh selalu terasa lemah.
Penyebab HIV dan AIDS
AIDS disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV).
HIV yang masuk ke dalam tubuh akan menghancurkan sel CD4. Sel CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang melawan infeksi. Semakin sedikit sel CD4 dalam tubuh, maka semakin lemah pula sistem kekebalan tubuh seseorang.
Penularan HIV terjadi saat darah, sperma, atau cairan vagina dari seseorang yang terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Hal ini dapat terjadi melalui berbagai cara, antara lain:
- Hubungan seks. Infeksi HIV dapat terjadi melalui hubungan seks baik melalui vagina maupun dubur (anal). Meskipun sangat jarang, HIV juga dapat menular melalui seks oral. Akan tetapi, penularan lewat seks oral hanya akan terjadi bila terdapat luka terbuka di mulut penderita, misalnya seperti gusi berdarah atau sariawan.
- Berbagi jarum suntik. Berbagi penggunaan jarum suntik dengan penderita HIV, adalah salah satu cara yang dapat membuat seseorang tertular HIV. Misalnya menggunakan jarum suntik bersama saat membuat tato, atau saat menggunakan NAPZA suntik.
- Transfusi darah. Penularan HIV dapat terjadi saat seseorang menerima donor darah dari penderita HIV.
Selain melalui berbagai cara di atas, HIV juga bisa menular dari ibu hamil ke janin yang dikandungnya. Penularan virus HIV pada anak juga dapat terjadi pada proses melahirkan, atau melalui air susu ibu saat proses menyusui.
Perlu diketahui, HIV tidak menyebar melalui kontak kulit seperti berjabat tangan atau berpelukan dengan penderita HIV. Penularan juga tidak terjadi melalui ludah, kecuali bila penderita mengalami sariawan, gusi berdarah, atau terdapat luka terbuka di mulut.
Faktor Risiko AIDS
HIV bisa menginfeksi semua orang dari segala usia. Akan tetapi, risiko tertular HIV lebih tinggi pada pria yang tidak disunat, baik pria heteroseksual atau lelaki seks lelaki. Risiko tertular HIV juga lebih tinggi pada individu dengan sejumlah faktor, di antaranya:
- Hubungan seks tanpa mengenakan kondom. Risiko penularan akan lebih tinggi melalui hubungan seks anal, dan hubungan seks dengan berganti pasangan.
- Menderita infeksi menular seksual. Sebagian besar infeksi menular seksual menyebabkan luka terbuka di kelamin penderita, sehingga meningkatkan risiko tertular HIV.
- Berbagi suntikan. Pengguna NAPZA suntik umumnya berbagi jarum suntik dalam menggunakan narkoba.
Pengobatan HIV dan AIDS
Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, namun ada jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Beberapa jenis obat ARV, antara lain:
- Efavirenz
- Etravirine
- Nevirapine
- Lamivudin
- Zidovudin
Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel CD4 untuk menilai respons pasien terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3-6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA dilakukan sejak awal pengobatan, dilanjutkan tiap 3-4 bulan selama masa pengobatan.
Pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis menderita HIV, agar perkembangan virus HIV dapat dikendalikan. Menunda pengobatan hanya akan membuat virus terus merusak sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penderita HIV terserang AIDS. Selain itu, penting bagi pasien untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Melewatkan konsumsi obat akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi pasien.
Bila pasien melewatkan jadwal konsumsi obat, segera minum begitu ingat, dan tetap ikuti jadwal berikutnya. Namun bila dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan dokter. Dokter dapat mengganti resep atau dosis obat sesuai kondisi pasien saat itu.
Pasien HIV juga dapat mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari. Karena itu, pasien perlu mengetahui efek samping yang timbul akibat konsumsi obat ini, di antaranya:
- Diare.
- Mual dan muntah.
- Mulut kering.
- Kerapuhan tulang.
- Kadar gula darah tinggi.
- Kadar kolesterol abnormal.
- Kerusakan jaringan otot (rhabdomyolysis).
- Penyakit jantung.
- Pusing.
- Sakit kepala.
- Sulit tidur.
- Tubuh terasa lelah.
Pengobatan HIV perlu dilakukan secara bertahap dan berlangsung dalam durasi yang cukup lama. Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk memiliki asuransi kesehatan saat berobat. Dengan begitu, Anda tidak perlu memikirkan biaya pengobatan dan proses pengobatan bisa lebih optimal.
Pencegahan HIV dan AIDS
Sampai saat ini, belum ada vaksin yang dapat mencegah infeksi HIV. Meskipun demikian, infeksi dapat dicegah dengan beberapa langkah berikut:
Gunakan kondom yang baru tiap berhubungan seks, baik seks melalui vagina atau melalui dubur. Bila memilih kondom berpelumas, pastikan pelumas yang berbahan dasar air. Hindari kondom dengan pelumas yang berbahan dasar minyak, karena dapat membuat kondom bocor. Untuk seks oral, gunakan kondom yang tidak berpelumas.
Hindari berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan.Beri tahu pasangan bila Anda positif HIV, agar pasangan Anda menjalani tes HIV.Diskusikan kembali dengan dokter bila Anda didiagnosis positif HIV dalam masa kehamilan, mengenai penanganan selanjutnya dan perencanaan persalinan, untuk mencegah penularan dari ibu ke janin.Bagi pria, disarankan bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.
Sumber : https://www.alodokter.com/
Silahkan baca juga , Cara menjaga organ reproduksi : https://prijati.blogspot.com/2020/08/pjj-di-masa-pandemi-materi-pengayaan-kd.html